"Masalah kedelai ini dulu diatur pemerintah dimulai tahun 1979-1998 yang dimonopoli oleh Perum Bulog. Saat dipegang pemerintah harga kedelai stabil bahkan tahun 1992-1993 Indonesia mengalami swasembada kedelai," ungkap Ketua Umum Gabungan Koperasi Tahu-Tempe Indonesia (Gakoptindo) Aip Syarifuddin saat memberikan penjelasan di Gedung KPPU Jakarta, Kamis (5/9/2013).
Aip mengatakan pada kurun waktu 1979-1998 adalah masa keemasan para perajin tahu tempe di Indonesia karena harga kedelai sangat stabil. Namun, setelah Soeharto lengser, tata niaga kedelai mulai berlaku hukum liberal. Semenjak itu, impor kedelai tidak lagi dipegang oleh Perum Bulog tetapi dikuasai oleh para importir swasta.
"Tahun 1998 akhirnya diberikan perdagangan bebas, Bulog tidak lagi menangani tunggal kedelai dan dilimpahkan ke tangan importir," imbuhnya.
Menurutnya, sejak dibebaskan itu lah harga kedelai terus mengalami fluktuasi harga hingga kini. Aip mengklaim harga kedelai saat ini adalah yang tertinggi sepanjang sejarah Indonesia.
"Mulai tahun 1998-2013 kedelai lokal tetap ada namun kedelai impor lebih banyak. Tetapi harganya terus gonjang-ganjing. Tahun 2008 pada saat itu harga kedelai Rp 8.000/kg saat itu kita demo dan turun ke jalan karena nggak kuat harga kedelai melonjak. Tahun 2011 naik kembali Rp 8250-8.500/kg. Kemudian turun lagi dengan fluktuasi Rp 5.000-7.000/kg.
Saat ini harganya sudah Rp 8.000-10.000/kg dan ini tertinggi sepanjang sejarah," jelasnya.
